12 Jenis Jasa Diatur dalam UU Perdagangan

12 Jenis Jasa Diatur dalam UU Perdagangan

Sabtu, 15 Februari 2014
catsDKN.com - Undang-undang Perdagangan yang disahkan dalam sidang paripuna DPR RI, baru baru ini mengatur pula perdagangan jasa atau trade on services.

Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan, dalam UU Perdagangan tersebut yang paling diatur adalah penyedia jasa yang bergerak di bidang jasa tersebut wajib didukung tenaga teknis yang kompeten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Salah satu yang strategis yang selama ini belum tegas cantolan hukumnya dalam kita melakukan negosiasi, diatur dalam pasal 21, dimana disebutkan pemerintah bisa memberi pengakuan kompetensi teknis. Ini sesuatu yang penting dalam salah satunya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN," terang Bayu, di Jakarta,

Bayu memaparkan, dalam UU Perdagangan diatur 12 jenis jasa yang dapat diperdagangkan. Mereka adalah (1) jasa bisnis, yaitu jasa yang terkait usaha masyarakat; (2) jasa distribusi; (3) jasa komunikasi; (4) jasa pendidikan; (5) jasa lingkungan hidup; dan (6) jasa keuangan. Selain itu, pengganti BRO 1934 itu pun mengatur perdagangan (7) jasa konstruksi dan teknik terkait; (8) jasa kesehatan dan sosial; (9) jasa rekreasi kebudayaan dan olahraga; (10) jasa pariwisata; (11) jasa transportasi; serta (12) jasa lain-lain.

Dari 12 jenis jasa tersebut, diketahui tidak semua perdagangan jasa ada dalam tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) Kementerian Perdagangan. Kendati demikian, Bayu menambahkan, sedianya UU Perdagangan yang baru itu sudah mencakup tupoksi yang lebih luas.

Di sisi lain Bayu menyebutkan, selama ini perdagangan jasa yang paling besar ada pada jenis jasa transportasi, jasa perjalanan, dan jasa bisnis lainnya. Sayangnya, ia pun mengakui 90 persen dari jasa transportasi yang digunakan untuk kegiatan ekspor impor menggunakan jasa asing.

Hal ini, sambung Bayu, membuat neraca perdagangan jasa tertekan. Toh demikian pemerintah tak bisa serta merta membuat aturan agar kegiatan ekspor impor menggunakan jasa transportasi lokal. "Karena bisa-bisa ekspor terhenti," ujar Bayu.

Ekonom Aviliani menilai ketimpangan kebutuhan transportasi untuk kegiatan ekspor impor dengan ketersediaan jasa lokal disebabkan salah satunya infrastruktur yang kurang memadai. Sejumlah proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pun dinilai kurang pengawasan. Akibatnya proyek pun menjadi lamban terealisasi.

"Kita punya MP3EI. Itu sebetulnya sudah mengambil proyek jangka pendek, membangun konektivitas. Tapi tidak ada yang mengawasi perjalanannya," kata Aviliani.

Padahal, konektivitas itu penting bukan soal perdagangan jasa saja. Namun, lanjut dia, dengan konektivitas yang baik inflasi dapat ditekan. "Sayangnya, lagi-lagi kita belum punya roadmap," tukas sekretaris Komite Ekonomi Nasional itu.